Orang sering salah paham terhadap Islam. Kadangkala suatu
keyakinan dan perbuatan dianggap sebagai Islam ternyata bukan Islam dan
kadangkala suatu keyakinan dan perbuatan dianggap bukan Islam ternyata itu
adalah Islam. Kenapa ini bisa terjadi? Itu karena banyak orang tidak paham
tentang Islam. Ini tidak hanya menimpa orang awam saja tetapi juga para intelektualnya.
Maka dirasa sangat perlu untuk dimengerti oleh setiap orang akan pengertian
Islam agar orang tidak salah paham dan itu mesti diambil dari sumber aslinya
yakni Al-Qur’an, bukan dari pendapat-pendapat orang atau yg lainnya. Dan tidak
mungkin Alloh tidak menjelaskan secara tersurat maupun tersirat di dalam
Al-Qur’an dalam perkara ini. Dan saya telah menemukan penjelasannya.
Kata Islam
itu berasal dari bahasa Arab al-islam ( اَلْاِسْلَامُ). Kata al-islam ini ada di dalam
Al-Qur’an dan di dalamnya terkandung pula pengertiannya, diantaranya dalam
surat Ali Imron (3) ayat 19 dan surat Al-Maidah (5) ayat 3. Apa yang dapat kita
pahami dari kedua ayat ini? Berikut ini penjelasannya.
Al-Qur’an
surat Ali Imron (3) ayat 19, lafalnya, “ innad-dina ‘indallohil-islam…”,
artinya, “ Sesungguhnya “ad-din” di sisi Alloh (adalah) al-islam…”
Yang dapat
dipahami dari ayat ini adalah bahwa “al-islam” adalah nama suatu “ad-din”
(jalan hidup) yang ada di sisi Alloh (‘indalloh). Ad-din maknanya adalah
al-millah atau ash-shirot atau jalan hidup, ia berupa bentuk-bentuk keyakinan
(al-‘aqidah) dan perbuatan (al-‘amal). Al-islam sebagai ad-din yang ada di sisi
Alloh, tentunya berupa bentuk-bentuk keyakinan dan perbuatan yang ditentukan
dan ditetapkan oleh Alloh dan bukan hasil dari buah pikiran manusia, karenanya
ia dinamakan juga dinulloh (QS 110 ayat 2). Al-islam itu diperuntukkan bagi
manusia sebagai petunjuk dari Alloh (huda minalloh) kepada manusia (QS 28 ayat
50) di dalam mengarungi kehidupan di dunia ini. Sementara itu Alloh berfirman,
lafalnya, “ al-haqqu mir-robbika fala takunanna minal-mumtarin “ (QS 2 ayat
147), artinya, “ Al-Haq (kebenaran) itu dari robb (Tuan, Tuhan) engkau (wahai
Muhammad saw) (yakni dari Alloh) maka janganlah engkau termasuk orang-orang
yang ragu “. Firman Alloh ini menyatakan dengan jelas sekali bahwa al-haqqu
(kebenaran) itu dari Alloh (robb-nya Muhammad saw). Oleh karena al-islam itu
ada di sisi Alloh, sementara itu al-haqqu itu dari Alloh maka tentunya al-islam
itu tidak lain adalah al-haqqu (kebenaran) yang berasal dari Alloh itu.
Sementara itu pula Alloh berfirman, lafalnya, “ …wa innaka latahdi ila
shirothim mustaqim , shirothillahil-ladzi lahu ma fis-samawati wa ma
fil-ardhi…” (QS 42 ayat 52-53), artinya, “ …dan sesungguhnya engkau (wahai
Muhammad saw) benar-benar memberi petunjuk kepada “ash-shirothol-mustaqim”
(jalan yang harus ditegakkan) (yakni) “ash-shiroth” (jalan) (yang ditentukan
dan ditetapkan oleh) Alloh yang mana milik-Nya (segala) apa-apa yang ada di
langit-langit dan apa-apa yang ada di bumi…”. Firman Alloh ini menyatakan
dengan jelas sekali bahwa “ ash-shirothol-mustaqim” adalah “ash-shiroth”
(jalan) yang ditentukan dan ditetapkan oleh Alloh yang tentu berasal dari Alloh
pula. Oleh karena al-islam itu di sisi Alloh, sementara itu “ash-shirothol-mustaqim”
adalah jalan yang ditentukan dan ditetapkan oleh Alloh dan berasal dari Alloh,
maka tentunya al-islam itu tidak lain adalah juga “ash-shirothol-mustaqim” yang
berasal dari Alloh. Yang mana misi Iblis dan bala tentaranya berusaha menjauhkan
manusia dari “ash-shirothol-mustaqim” ini (QS 7 ayat 16) yang berarti pula
menjauhkan manusia dari al-islam.
Jika
al-islam itu ada di sisi Alloh, lalu bagaimana ia bisa sampai kepada manusia?
Ya tentu hanya melalui wahyu Alloh dan penjelasannya yang Alloh turunkan kepada
para Nabi dan Rosul-Nya dari Adam as hingga Muhammad saw, termasuk Isa putra
Maryam as, Musa as, Nuh as, Ibrohim as, dll. Dan al-islam dalam bentuknya yang
final (tidak ada lagi perubahan) dan sempurna (mencakup segala segi kehidupan dan
tidak perlu penambahan atau pengurangan) yang tentu diturunkan kepada Nabi dan
Rosul-Nya yang terakhir, Muhammad saw, melalui Al-Qur’an dan penjelasannya(QS
75 ayat 19).
Dari ayat
ini pula kita pahami bahwa penamaan ad-din ini dengan al-islam adalah penamaan
dari Alloh sendiri, bukan dari manusia. Suatu nama biasanya memiliki arti,
demikian juga dengan al-islam juga memiliki arti, yakni “al-inqiyadu
li-amaril-amiri wa nahihi bila i’tirodh “, yang artinya,”
tunduk/patuh/berserah-diri kepada perintah dan larangan yang memerintah tanpa
penolakan “. Namun dalam hal ini al-islam itu adalah tunduk/patuh/berserah-diri
kepada Alloh saja, bukan tunduk/patuh/berserah-diri kepada apa saja yang
dianggap sebagai robb (Tuan, Tuhan) dan ilah (Tuan, Tuhan), karena Alloh berfirman,
lafalnya, “ wa man ahsanu dinan mimman aslama wajhahu lillahi wa huwa
muhsinun…”(QS 4 ayat 125), artinya, “ Dan siapakah yang labih baik ad-din-(nya)
dari pada orang-orang yang tunduk/patuh/berserah-diri kepada Alloh dan dia
berbuat baik…”. Maka tunduk/patuh/berserah-diri kepada robb-robb dan ilah-ilah
selain Alloh tidak berhak dinamakan al-islam dan lebih tepat jika dinamakan
ghoirul-islam.
Dan karena
al-islam itu dari Alloh tentu saja ia diridhoi Alloh.
Al-Qur’an
surat Al-Maidah (5) ayat 3, lafalnya, “ …al-yauma akmaltu lakum dinakum wa
atmamtu ‘alaikum ni’mati wa rodhitu lakumul-islama dina…”, artinya, “ …pada
hari ini telah Aku sempurnakan bagi kalian ad-din kalian dan telah Aku
sempurnakan pula ni’mat-Ku atas kalian dan Aku ridho al-islam sebagai ad-din
bagi kalain…”
Kata
“al-yauma” yang artinya “pada hari ini” , yang dimaksud adalah hari
diturunkannya ayat ini yakni pada hari jum’at di padang Arofah setelah waktu
Ashr ketika Muhammad saw menunaikan haji wada’. Lalu kalimat “ akmaltu lakum
dinakum “, yang artinya, “ telah Aku sempurnakan untuk kalian ad-din kalian “,
yang dimaksud dengan kata “kalian” dalam frasa “ad-din kalian” adalah Muhammad
saw dan para sahabat ra. Kenapa? Karena ayat ini turun kepada mereka dan
berbicara tentang mereka. Jadi yang dimaksud dengan “ad-din kalian” adalah dinu
Muhammad saw dan para sahabat ra yang berupa bentuk-bentuk keyakinan
(al-‘aqidah) dan perbuatan (al-‘amal) yang ada pada Muhammad saw (secara
individu) dan para sahabat ra ( secara komunitas), yang mana itu merupakan
penerapan, tafsir, penjelasan dari pada Al-Qur’an atas petunjuk langsung dari
Alloh yang dari-Nya al-islam itu berasal (QS 3 ayat 19). Hal itu karena
Muhammad saw hanyalah mengikuti apa saja yang diwahyukan kepadanya dari Alloh
(QS 10 ayat 15, QS 46 ayat 9) dan menerima penjelasan bagaimana menerapkannya,
maka terbentuklah suatu bentuk-bentuk keyakinan dan perbuatan atau ad-din atau
jalan hidup yang ada pada Muhammad saw, sehingga Aisyah ra mensifati Muhammad
saw dengan kalimat “ kana khuluquhul-qur’an “, yang artinya, “ Akhlak Beliau
saw adalah Al-Qur’an”. Dan para sahabat adalah sekelompok orang yang paling
baik dalam mengikuti Muhammad saw (QS 9 ayat 117) karena perkataan mereka
“sami’na wa atho’na”, yang artinya, “ kami dengar dan kami taat” (QS 2 ayat
185).
Lalu kalimat
“wa rodhitu lakumul-islama dinan”, yang artinya, “ dan Aku telah ridho al-islam
sebagai ad-din bagi kalian”. Dalam kalimat ini Alloh menyebut dinu Muhammad saw
dan para sahabat ra dengan sebutan al-islam. Oleh karena dalam ayat ini
digunakan kata ad-din (kata tunggal, bentuk jamaknya adalah ad-adyan), maka ini
berarti dinu Muhammad saw dan para sahabat itu satu, sama. Oleh karena Muhammad
saw pihak yang meneirma wahyu dan penjelasannya dan menerapkan wahyu tersebut
dengan baik (QS 33 ayat 2) maka al-islam itu pastilah “dinu Muhammadin saw “
atau”millatu Muhammadin saw” atau “ sunnatu Muhammadin saw” atau jalan hidup
Muhammad saw (tapi bukan Beliau saw yang yang membikinnya) atau yang sering
disebut dengan as-sunnah. Jadi dengan demikian al-islam adalah as-sunnah dan
as-sunnah adalah al-islam. Sesuatu bentuk keyakinan dan perbuatan yang
tidak ada di dalam as-sunnah tidak bisa dinamakan Islami. Dan dikatakan di
dalam Al-Qur’an surat 27 ayat 79, lafalnya, “…innaka ‘alal-haqqil-mubin”,
artinya, “…sesungguhnya engkau (wahai Muhammad saw) berada di atas al-haqq
(kebenaran) yang nyata”. Dan yang ada pada Muhammad saw adalah as-sunnah.
Sementara itu as-sunnah adalah al-islam dan al-islam adalah al-haqq yang
berasal dari Alloh, maka tentu Muhammad saw itu berada di atas al-haqqu. Dan
dikatakan pula dalam Al-Qur’an surat 36 ayat 3-4, lafalnya, “ innaka
laminal-mursalin. ‘ala shirotim mustaqim”, artinya, “ Sesungguhnya engkau
(wahai Muhammad saw) benar-benar (salah seorang diantara) para Rosul. (Yang
berada) diatas ash-shirothol-mustaqim (jalan yang harus ditegakkan) “. Dan yang
ada pada Muhammad saw adalah as-sunnah. Sementara itu as-sunnah adalah al-islam
dan al-islam adalah “ashirothol-mustaqim” yang merupakan “ash-shiroth” (jalan)
(yang ditentukan dan ditetapkan) Alloh, maka tentu Muhammad saw berada di atas
“ash-shirothol-mustaqim” (jalan yang harus ditegakkan). Sementara itu Muhammad
saw telah bersabda, lafalnya, “ man ‘amila ‘amalan laisa ‘alaihi amruna fa huwa
roddun “, artinya, “ Barang siapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak
ada perintah/urusan (tidak ada contohnya) pada kami (yakni Muhammad saw dan
para sahabat ra) maka (amalan tersebut) tertolak “ (HR Muslim dari Aisyah ra).
Dan sementara itu pula Muhammad saw telah bersabda, lafalnya, “…wa iyyakum wa
muhdatsatil-umur fa inna kulla muhdatstin bid’atun wa kulla bid’atin
dholalatun”, artinya, “ …dan berhati-hatilah (janganlah) kalian membuat
perkara-perkara baru (dalam ad-din) karena setiap perkara baru (dalam ad-din)
adalah bid’ah dan setiap bid’ah a dalah kesesatan “ (HR Tirmidzy dan Abu Dawud
dari Irbadh bin Sariyyah ra). Kedua sabda Muhammad saw ini menegaskan bahwa
al-islam, yang berasal dari Alloh itu, seluruhnya ada di dalam as-sunnah.
Muhammad saw
dan para sahabat ra adalah sekelompok orang yang paling tahu al-islam karena
kepada mereka al-islam itu (melalui Al-Qur’an dan penjelasannya) turun dan
karenanya pula mereka dipuji oleh Alloh dengan sebutan “khoiru ummah” (umat
yang terbaik) (QS 3 ayat 110). Sebutan itu diberikan bukan karena kemajuan
sains dan tehnologi atau apa, tapi lebih disebabkan oleh karena mereka meyakini
dan mengamalkan al-islam dengan sebaik-baiknya.
Kita yang
hidup di zaman sekarang ini mengetahui al-islam hanya dari Al-Qur’an dan
as-sunnah yang tercatat di dalam hadits-hadits (kabar-kabar) yang shohih (yang
valid). Sehingga kita bisa tahu suatu keyakinan dan perbuatan itu Islami atau
bukan kalau kita tahu banyak tentang Al-Qur’an dan hadits-hadits yang shohih.
Kalau suatu keyakinan dan perbuatan itu ada dasarnya dalam Al-Qur’an dan hadits
yang shohih itu pasti keyakinan dan perbuatan yang Islami, bila tidak dari mana
bisa disebut Islami.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar